Minggu, 26 Februari 2012

Manfaat Jamur dalam Dunia Pangan


Jamur

            Jamur merupakan mikrobia multiseluler yang banyak dimanfaatkan manusia dalam fermentasi maupun budidaya. Dalam bidang fermentasi umumnya yang digunakan adalah jamur berbentuk hifa dan dikenal dengan sebutan jamur. Contohnya pada pembuatan tempe, angkak dan kecap. Sedang yang dibudidayakan untuk diambil badan buahnya dikenal dengan sebutan sebagai cendawan, misalnya jamur tiram, jamur merang, jamur kuping, dan sebagainya.
Karakteristik Jamur
            Kenampakan sekilas pertumbuhan jamur benang pada makanan kadang cukup untuk mengidentifikasi jamur tersebut sampai pada tingkat klas atau ordo. Ada beberapa jamur dengan miselia longgar atau seperti bulu kapas, sedang yang lainnya kompak. Beberapa lainnya memiliki kenampakan seperti beludru (velvet) pada permukaan atasnya, beberapa kering dan seperti bubuk (powdery), yang lainnya basah atau memiliki massa seperti gelatin. Beberapa jamur memiliki keterbatasan ukuran, sedang lainnya hanya terhambat oleh makanan dan wadah. Batasan zona pertumbuhan pada talus dapat digunakan untuk membedakan beberapa jamur. Contohnya Aspergilus niger. Pigmen pada miselium merah, ungu, kuning, coklat, kelabu, hitam adalah spesifik. Demikian pula pigmen pada massa spora aseksual: hijau, hijau kebiruan, kuning, oranye, jingga, coklat kelbau atau hitam. Kenampakan koloni jamur dari belakang cawan juga tertentu, seperti hitam kebiruan atau seperti warna hitam pada Cladosporum.
Karakteristik fisiologi jamur adalah sebagai berikut
1.      Kandungan air
Pada umumnya jamur benang lebih tahan terhadap kekeringan disbanding khamir atau bakteri. Namun demikian, batasan (pendekatan) kandungan air total pada makanan yang baik untuk pertumbuhan jamur dapat diestimasikan, dan dikatakan bahwa kandungan air dibawah 14-15% pada biji-bijian atau makanan kering dapat mencegah atau memperlambat pertumbuhan jamur.
2.      Suhu
Kebanyakan jamur termasuk dalam kelompok  mesofilik, yaitu dapat tumbuh pada suhu normal. Suhu optimum untuk kebanyakan jamur sekitar 250 – 300C, namun beberapa tumbuh baik pada suhu 350 – 370C atau lebih, misalnya pada spesies Aspergillus. Sejumlah jamur termasuk dalam psikrotrofik, yaitu yang dapat tumbuh baik pada suhu dingin, dan beberapa  masih dapat tumbuh pada suhu dibawah pembekuan(-50 s/d 100C). Hanya beberapa yang mampu tumbuh pada suhu tinggi (termofilik).
3.      Kebutuhan Oksigen dan Derajat Keasaman
Jamur benang biasanya bersifat aerob, yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada interval pH yang luas (pH 2,0 – 8,5), walaupun pada umumnya jamur lebih suka pada kondisi asam.
4.      Kebutuhan Makanan (Nutrisi)
Jamur pada umumnya mampu menggunakan bermacam-macam makanan, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Kebanyakan jamur memiliki bermacam-macam enzim hidrolitik, yaitu amylase, pektinase, proteinase, dan lipase.
5.      Senyawa Penghambat
Beberapa jamur memproduksi senyawa penghambat bagi mikrobia lain, contihnya Penicillium chrysogenum dengan produksi penisilinnya, Aspergillus clavatus, klavasin. Beberapa komponen kimia bersifat mikostatik, menghambat pertumbuhan jamur (misalnya asam sorbet, propionate, asetat) atau bersifat fungisida yang mematikan jamur.

            Pertumbuhan awal jamur benang adalah lambat dibandingkan dengan bakteri atau khamir, oleh karena itu ketika kondisi lingkungannya menguntungkan bagi pertumbuhan seluruh mikrobia, jamur biasanya kalahdalam berkompetisi. Namun demikian setelah pertumbuhan berlangsung, kemungkinan jamur dapat tumbuh dengan cepat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Jamur
            Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan jamur, yaitu sebagai berikut:
1.      Nutrisi.
2.      pH optimal
3.      Suhu
4.      Udara
5.      Konsentrasi inokulum
6.      dll

Aplikasi Jamur dalam Fermentasi
            Ada beberapa jamur yang memiliki kedudukan penting dalam fermentasi, antara lain sebagai berikut:
1.      Aspergillus niger. Jamur ini digunakan dalam pembuatan asam sitrat. Asam sitrat merupakan salah satu asam organic yang banyak digunakan dalam bidang pangan, misalnya pada pembuatan permen dan minuman kemasan. Jamur ini sering mengontaminasi makanan, misalnya roti tawar.
2.      Rhizopus oryzae. Jamur ini penting pada pembuatan tempe. Aktivitas jamur Rhizopus menjadikan nutrisi pada tempe siap dikonsumsi manusia. Aktivitas enzim yang dihasilkan menjadikan protein terlarut meningkat. Produk tempe kini juga telah dikembangkan menjadi produk isoflavon yang penting bagi kesehatan.
3.      Neurospora sitophila. Jamur ini merupakan sumber beta karoten pada fermentasi tradisional. Produk oncom yang dikenal di jawa barat adalah hasil fermentasi yang dilakukan oleh  Neurospora sitophila. Produksi spora untuk sumber beta karoten yang dapat disubstitusikan pada makanan juga telah diteliti. Selain mampu memberikan asupan, beta karoten juga merupakan sumber warna yang cukup menarik.
4.      Monascus purpureus. Jamur ini dikalangan mikrobiologi jarang dikenal karena produk yang dihasilkan. Mulai petama jamur ini di jawa namun menjadi produk utama Cina dengan nama  angkak. Angkak adalah fermentasi pada beras. Jamur ini menghasilkan pewarna alami yang pada umumnya digunakan pada masakan Cina. Sekarang ini telah ditemukan zat aktif pada angkak yang dapat membantu kesehatan dan telah dikemas dalam bentuk kapsul.
5.      Penicillium sp. Jamur ini paling terkenal karena kemampuannya menghasilkan antibiotika yang disebut penisilin. Sejak pertama kali dikenal terus digunakan sampai sekarang. Jamurpenghasil antibiotika saat ini telah banyak diketahui sehingga ragam atibiotika pun semakin banyak. Selain itu pembuatan antibiotika, spesies yang lain juga digunakan dalam pembuatan keju khusus.

Apa itu Bakteri Asam Asetat?


Bakteri Asam Asetat
Karakteristik
            Salah satu contoh dari bakteri asam asetat adalah Acetobacter. Di bawah ini akan dijelaskan klasifikasi ilmiah Acetobacter, yakni sebagai berikut :
Kingdom          : Bacteria
Phylum            : Proteobacteria
Class                : Alpha Proteobacteria
Order              : Rhodospirillales
Family             : Acetobacteraceae
Genus              : Acetobacter
Type Species   : A. aceti
                          A.cerevisiae
                          A.cibinongensis

  • Bakteri asam asetat berbentuk batang pendek yang mempunyai panjang 2 mikron dengan permukaan dinding yang berlendir.
  • Merupakan bakteri gram negative dengan tidak membentuk endospora maupun pigmen.
  • Bakteri asam asetat merupakan bakteri aerobic.
  • Suhu optimum pertumbuhan bakteri asam asetat adalah 300C.
  • Media pertumbuhannya adalah mannitol agar atau mannitol broth.
  • pH pertumbuhan optimal bakteri ini adalah 6,0 dengan kisaran pH 5,0 – 7,0 dan etanol yang ada akan dioksidasi menjadi asam asetat pada pH 4,5.
  • Mekanisme fermentasi asam asetat dibagi menjadi dua yaitu fermentasi alcohol dan fermentasi asam asetat.
Fermentasi Asam Asetat
             Asam asetat merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau asam yang tajam. Asam asetat mempunyai berat jenis 1,049 dan titik didih 118,10C pada tekanan 1 atm. Daya larut yang dimiliki sebanding dengan air, alcohol, gliserol, eter pada suhu kamar. Asam asetat tidak dapat larut pada karbon disulfat.
             Pembuatan asam asetat secara fermentasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu fermentasi alcohol dan fermentasi asam asetat oleh bakteri asam asetat pada larutan yang mengandung alcohol.
             Fermentasi asam asetat sangat tergantung pada kadar alcohol substrat dan aerasi. Bila kadar alcohol 14% atau lebih maka akan terbentuk suatu lapisan zooglea yang dapat mengakibatkan sukarnya proses oksidasi sehingga tidak semua alcohol dapat teroksidasi menjadi asam asetat. Bila kadar alcohol kurang dari 2% maka ester dan asam asetat yang terbentuk akan teroksidasi menjadi asam, air, dan karbon dioksida. Pada substrat dari air kelapa alcohol yang baik tidak lebih dari 6% dengan aerasi sekurang-kurangnya 0,08 vvm.
Tahapan reaksi enzimatis yang terjadi adalah sebagai berikut :
·         Etanol + oksigen    etanol degidrogenase        asetaldehid + air

·         Asetaldehid + oksigen     asetaldehid hidrolase        hidratasetat

·         Hidratasetaldehid + O2      aldehid hidrogenase        asam asetat

Mekanisme fermentasi asam asetat dibagi menjadi dua, yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Pada fermentasi alkohol, mula-mula gula yang terdapat pada bahan baku diubah oleh khamir menjadi alkohol dan CO2, yang berlangsung secara anaerob. Setelah alcohol dihasilkan maka segera dilakukan fermentasi asam asetat, dimana bakteri asam asetat akan mengubah alkohol menjadi asam asetat secara aerob. Setelah terbentuk asam asetatmaka fermentasi harus segera dihentikan supaya tidak terjadi fermentasi lebih lanjut oleh bakteri pembusuk, yang dapat menimbulkan kerusakan. Secara teoritik dari 1 g glukosa akan dihasilkan 0,5 g etanol yang kemudian akan diubah menjadi 0,67 g asam asetat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Asam Asetat
            Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi asam asetat antara lain adalah sebagai berikut :
  • Suhu
  • pH
  • Konsentrasi inokulum
  • Kecepatan aerasi
  • Konsentrasi etanol
  • Dll
Aplikasi Bakteri Asam Asetat

  • Acetobacter aceti. Bakteri ini penting dalam produksi asam asetat, yang mengoksidasi alkohol sehingga menjadi asam asetat. Banyak terdapat pada ragi tapai, yang menyebabkan tapai yang melewati dua hari fermentasi akan menjadi berasa masam.
  • Acetobacter xylinum. Bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco. Xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang dihasilkan berupa pelikel yang mengambang dipermukaan substrat.
  • Beberapa bakteri asam asetat seperti Acetobacter xylinum, A. aceti, A. pasteurianus, dll berperan dalam pembuatan kombucha atau yang lebih akrab dikenal dengan jamur teh, atau jamur dipo adalah fermentasi the menggunakan campuran kultur  bakteri dan khamir sehingga diperoleh citarasa asam dan terbentuk lapisan nata.

Manfaat Probiotik bagi Kesehatan




Penurunan Kasus Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa merupakan masalah yang dihadapi oleh 60 – 90% penduduk dunia. Penyebab utama dari intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan (sampai 95%) dalam produksi enzim laktase. Ketidakmampuan produksi laktase ini disebabkan karena adanya kerusakan pada brush border mukosa usus halus. Dikarenakan aktivitas laktase sangat sensitive, maka kerusakan ini berpengaruh pada penurunan produksi enzim laktase. Sebagai akibatnya laktosa yang tidak tercerna dan sampai di usus besar akan difermentasi oleh mikrobia usus besar menghasilkan CO2, gas metan dan hidrogen dan berakibat pada peningkatan kadar hidrogen napas. Keberadaan laktosa di usus besar juga berakibat pada perubahan keseimbangan osmotik pada lumen. Gejala yang sering muncul dari intoleransi laktosa adalah adanya rasa sembelit, kembung, sakit perut dan kemungkinan terjadi diare. Penurunan kasus intoleransi laktosa merupakan salah satu bentuk nyata dari probiotik. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa konsumsi produk susu probiotik terbukti aman bagi penderita intoleransi laktosa dan tidak meningkatkan kadar hydrogen napas. Bakteri probiotik menghasilkan enzim laktase, sehingga mampu memecah laktosa menjadi asam laktat. Dengan demikian, orang yang mengalami intoleransi laktosa dapat mengkonsumsi bahan pangan tersebut.
Penurunan Kadar Serum Kolesterol
          Aplikasi probiotik pada berbagai produk fermentasi susu diindikasikan mampu menurunkan kadar kolesterol, walaupun masih perlu pembuktian ilmiah yang kuat. Dua mekanisme utama diduga berperan dalam proses penurunan kadar serum kolesterol. Mekanisme pertama menerangkan bahwa kolesterol merupakan komponen penyusun asam empedu sehingga katabolisme dan pengeluaran asam empedu bersama feses akan berakibat pada penurunan kadar kolesterol. Asam empedu utama yang disintesis dari kolesterol di hati adalah asam kolat (cholic acid) dan asam kenodeoksikolat (chenodeoxycholic acid). Kedua asam empedu tersebut dapat berkonjugasi dan dapat pula mengalami dekonjugasi. Konjugasi asam kolat dengan glisin menghasilkan asam glikolat (glicoholic acid) sedangkan konjugasi asam kenodeoksikolat dengan taurin menghasilkan asam taurokolat (taurocholic acid). Proses dekonjugasi asam empedu biasanya terjadi secara enzimatis dengan enzim hidrolase (bile salst hydrolase). Hasil dari dekonjugasi ini lebih mudah dikeluarkan bersama feses dan ini berarti penurunan kadar kolesterol.
            Pada kondisi anaerob, bakteri probiotik L.acidophilus mampu melakukan dekonjugasi asam taurokolat dan asam glikolat. Menurut Chikai et al (1987), kelinci percobaan bebas mikroba menunjukkan peningkatan kandungan asam empedu pada feses ketika diberi pakan yang mengandung probiotik yang mempu mendekonjugasi asam empedu. Chikiai et al (1987) juga menyatakan bahwa asam empedu bebas di usus besar lebih mudah dikeluarkan dibandingkan dengan dalam bentuk konjugat.
            Probiotik diduga juga mampu melakukan asimilasi kolesterol secara langsung. Gilliand and Speck (1977) menunjukkan kemampuan asimilasi kolesterol secara in vitro oleh L.acidophilus yang diisolasi dari babi. Sedangkan Gililland and Walker (1990) menunjukkan kemampuan asimilasi kolesterol yang lebih rendah dari L.acidophilus yang diisolasi dari feses manusia. Berbagai peelitian lain tentang efek hipokolesterolemik probiotik sudah pernah dicoba baik in vivo maupun in vitro yang menunjukkan secara jelas dan nyata kemampuan asimilasi kolesterol.
Penurunan Resiko Kanker
            Berbbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa terjadinya kasus penyakit system pencernaan erat kaitannnya dengan kandungan lemak jenuh pada bahan pangan yang dikonsumsi. Konsumsi lemak ini memacu produksi asam empedu dan berakibat pada kadar asam empedu tinggi pada usus besar.  Produksi asam empedu sekunder di usus besar mampu memicu terjadinya kanker usus besar. Beberapa enzim yang diproduksi bakteri usus besar seperti β-glukoronidase, nitroreduktase, dan azetoreduktase sangat berperan dalam konversi pre-karsinogen menjadi karsinogen. Dengan demikian, usaha penurunan resiko kanker system pencernaan sangat terkait dengan upaya penurunan kuantitas berbagai enzim tersebut. Goldin dan Gorbach (1984) melaporkan terjadinya penurunan ketiga enzim tersebut secara signifikan pada volunteer yang mengkonsumsi bahan pangan mengandung probiotik L.acidophilus.
            Beberapa mekanisme yang diduga terkait penurunan resiko kanker oleh probiotik adalah sebagai berikut:
·         Menekan aktivitas pre-karsinogen / karsinogen degan cara pengikatan diikuti dengan pengambilan dan pengeluaran bersama feses
·         Menekan aktivitas bakteri usus besar yang mampu menghasilkan enzim yang mampu mengkonversi pre-karsinogen menjadi karsinogen
·         Menurunkan pH saluran pencernaan sehingga mengubah aktivitas bakteri dan kelarutan asam empedu
·         Memacu system imunitas
Dari keempat peranan tersebut, peranan probiotik dalam penghambatan bakteri penghasil enzim yang mengkonversi pre-karsinogen menjadi karsinogen sangat dominan. Beta β-glukoronidase, misalnya, merupakan enzim yang dihasilkan oleh beberapa genus bakteri termasuk Bacteroides yang menyusun 20% dari total komponen mikroflora usus besar. Enzim ini mampu mendekonjugasi komponen yang mempunyau ikatan β-glukosidik dan melepaskan senyawa mutagenic aglikon. Enzim lain yang mampu dihasilkan oleh  bakteri usus besar yaitu dehidroksilase mampu mengkonversi asam empedu primer menjadi asam empedu sekunder seperti deoksilat dan litokolat yang berperanan sebagai ko karsinogen untuk memacu kanker. Pada system pencernaan manusia, asam empedu sekunder berperanan dalam memacu kanker dengan cara mengikatkan benzopyrene (senyawa pemacu kanker) ke DNA sedangkan pada hewan percobaan mampu memacu kanker yang diinduksi oleh nitrosoguanida. Beberapa penelitian menunjukkan kemampuan probiotik dalam hal penurunan enzim β-glukoronodase dan nitroreduktase tetapi tidak begitu signifikan terhadap enzim azetoreduktase.
Tabel Pengaruh Konsumsi Probiotik terhadap Enzim-enzim Pemacu Kanker
Probiotik yang Dikonsumsi
Konsentrasi Probiotik
Penurunan Aktivitas Enzim
L. acidophilus DDSI
4 x 109 sel/ml
+ β-glukoronidase
L. acidophillus
4 x 1010 sel/ml
+ β-glukoronidase
+ nitroreduktase
- azetoreduktase
L. acidophilus NCFM
1 x 1010 sel/ml
+ nitroreduktase
- azetoreduktase
L. acidophilus N-2 atau L. acidophilus NCFM
1 x 109 sel/ml
+ β-glukoronidase
+ nitroreduktase
+  azetoreduktase
L.acidophilus
B. bifidum
S. lactis
S. cremoris
3 x 109 sel/ml
3 x 1010 sel/ml
3 x 1010 sel/ml
3 x 1010 sel/ml
+ β-glukoronidase
+ nitroreduktase
- azetoreduktase
L. casei  GG
1 x 1010 sel/ml
+ β-glukoronidase
L. casei GG
(yoghurt)
1 x 1010 sel/ml
+ β-glukoronidase
+ nitroreduktase
Bifidobacteria
(fermented milk)
1 x 1011 sel/ml
+ β-glukoronidase
- nitroreduktase
- azetoreduktase
+ = terjadi penurunan                          - = tidak terjadi penurunan

Penanganan dan Pengendalian Diare
                        Diare merupakan penyakit yang sering terjadi pada manusia dan dapat disebabkan oleh banyak hal. Salah satu penyebab utama diare dan  berakibat kematian pada anak-anak balita adalah rotavirus. Aplikasi probiotik merupakan salah satu contoh yang sedang digiatkan untuk penanganan penyakit diare. Beberapa mekanisme yang diduga berperan dalam mengendalikan terjadinya diare oleh probiotik diantaranya adalah:
  • Penghambatan pathogen melalui kompetisi nutrisi, penurunan pH, dan produksi bakteriosin
  • Penghambatan produksi dan penerimaan toksin
  • Penghilangan sifat virulensi
  • Peningkatan system imunitas tubuh dan kemampuan adhesi adhesi (penempelan) probiotik
Kemampuan adhesi probiotik dalam permukaan saluran pencernaan merupakan salah satu sifat penting dari probiotik. Ada korelasi positif antara kemampuan adhesi dengan kolonisasi bifidobacteria dalam saluran pencernaan. Semakin kuat adhesi probiotik maka akan semakin kuat kolonisasi Bifidobacteria sungguhpun konsentrasi bakteri ini akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia manusia.

Stimulasi Sistem Imunitas Tubuh
                        Salah satu aspek kegunaan probiotik yang sekarang banyak diteliti adalah kemampuannya dalam memacu system imunitas tubuh. Sistem imunitas ini yang diduga berperan dalam melindungi tubuh dari berbagai jenis infeksi pathogen melalui proses respon imun. Respon imun sangat bergantung pada sistem imunitas dalam mengenali molekul asing (antigen) yang terdapat pada pathogen dan memacu reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen yang bersangkutan. Proses pengenalan antigen dilakukan oleh system imun utama (yaitu limfosit) yang kemudian diikuti fase efektor yang melibatkan berbagai jenis sel. Hal ini dapat terjadi jika limfosit mengalami aktivasi terlebih dahulu.
                        Kemampuan stimulasi system imun yang dimiliki oleh probiotik sangat terkait dengan kandungan peptidoglikan dan lipopolisakarida penyusun dinding sel. Hal ini dipahami mengingat hampir semua molekul biologic seperti karbohidrat, lipid, hormon, protein dan asam nukleat khususnya yang makromolekul dapat memacu aktivasi limfosit untuk mengawali sistem imun. Untuk dapat memacu system imunitas tubuh, probiotik harus mampu mengaktifkan limfosit dari jaringan limfoid sistem pencernaan yang tersebar pada sel epitel usus, lamina propria dan sub mukosa saluran pencernaan lainnya. Aktivasi limfosit selanjutnya akan berperan dalam memacu produksi limfokin dan antibody yang berperta dalam system imunitas tubuh.

Produksi Bakteriosin dan Penghambatan Patogen
                   Salah satu keunggulan probiotik adalah kemampuannya untuk menghambat bakteri pathogen dan perusak sebagai akibat dari asam-asam organik, hydrogen peroksida, dan bakteriosin yang dihasilkannya. Semua para peniliti menganggap bahwa bakteriosin adalah semua bentuk metabolit yang dihasilkan bakteri yang bersifat menghambat bakteri lain. Untuk menghindari kerancuan pemaknaan bakteriosin dengan metabolit lain yang juga menghambat bakteri seperti asam organic, hidrogen peroksida dan toksin, maka bakteriosin didefinisikan sebgai protein atau kompleks protein (lipoprotein dan glikoprotein) yang dihasilkan oleh bakteri dan dapat menghambat atau membunuh bakteri lain.bakteriosin umumnya sensitive terhadap enzimproteolitik, tahan panas (termotoleran), kebanyakan ekstraseluler dan stabil terhadap pH asam atau netral.
Tabel Beberapa contoh Bakteriosin non-lantibiotik berdasar Residu Cysteine
Bakteriosin
Strain Penghasil
Spektrum Antibakteri
Sistibiotik
Pediosin AcH
Pediosin PA-I
Leukosin A
Mesenteresin Y 105
Sakasin A
Sakasin P
Sakasin F
Curvasin A
Carnobakteriosin A
Carnobakteriosin B1
Carno bakteriosin B2

Pediococcus acidilactici H
Pediococcus acidilactici PAC 1
Leuconostoc gelidum UAL 187
Leuconostoc mesenteroides Y 105
Lactobacillus sake LB 706
Lactobacillus sake LTH 673
Lactobacillus acidophilus 11088
Lactobacillus curvatus LTH 1174
Carnobacterium piscicola LV17A
Carnobacterium piscicola LV17B
Carnobacterium piscicola LV17B

Luas
Luas
Luas
Luas
Medium
Medium
Medium
Medium
Medium
Medium
Medium
Tiolbiotik
(1 Residu cysteine)
Laktokoksin B

Lactococcus lactis subsp cremoris 9B4

Sempit
Tanpa Residu Cysteine
Laktokoksin A

Laktokoksin M

Laktokoksin G

Plantarin A

Lactococcus lactis subsp cremoris 9B4
Lactococcus lactis subsp cremoris 9B4
Lactococcus lactis subsp cremoris LMG2081
Lactococcus plantarum C-11

Sempit

Sempit

Sempit

Sempit