Penurunan
Kasus Intoleransi Laktosa
Intoleransi
laktosa merupakan masalah yang dihadapi oleh 60 – 90% penduduk dunia. Penyebab
utama dari intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan (sampai 95%) dalam
produksi enzim laktase. Ketidakmampuan produksi laktase ini disebabkan karena
adanya kerusakan pada brush border
mukosa usus halus. Dikarenakan aktivitas laktase sangat sensitive, maka
kerusakan ini berpengaruh pada penurunan produksi enzim laktase. Sebagai
akibatnya laktosa yang tidak tercerna dan sampai di usus besar akan
difermentasi oleh mikrobia usus besar menghasilkan CO2, gas metan
dan hidrogen dan berakibat pada peningkatan kadar hidrogen napas. Keberadaan
laktosa di usus besar juga berakibat pada perubahan keseimbangan osmotik pada
lumen. Gejala yang sering muncul dari intoleransi laktosa adalah adanya rasa
sembelit, kembung, sakit perut dan kemungkinan terjadi diare. Penurunan kasus
intoleransi laktosa merupakan salah satu bentuk nyata dari probiotik. Berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa konsumsi produk susu probiotik terbukti aman
bagi penderita intoleransi laktosa dan tidak meningkatkan kadar hydrogen napas.
Bakteri probiotik menghasilkan enzim laktase, sehingga mampu memecah laktosa
menjadi asam laktat. Dengan demikian, orang yang mengalami intoleransi laktosa
dapat mengkonsumsi bahan pangan tersebut.
Penurunan Kadar Serum Kolesterol
Aplikasi probiotik pada
berbagai produk fermentasi susu diindikasikan mampu menurunkan kadar
kolesterol, walaupun masih perlu pembuktian ilmiah yang kuat. Dua mekanisme
utama diduga berperan dalam proses penurunan kadar serum kolesterol. Mekanisme
pertama menerangkan bahwa kolesterol merupakan komponen penyusun asam empedu
sehingga katabolisme dan pengeluaran asam empedu bersama feses akan berakibat
pada penurunan kadar kolesterol. Asam empedu utama yang disintesis dari
kolesterol di hati adalah asam kolat (cholic
acid) dan asam kenodeoksikolat (chenodeoxycholic
acid). Kedua asam empedu tersebut dapat berkonjugasi dan dapat pula
mengalami dekonjugasi. Konjugasi asam kolat dengan glisin menghasilkan asam
glikolat (glicoholic acid) sedangkan
konjugasi asam kenodeoksikolat dengan taurin menghasilkan asam taurokolat (taurocholic acid). Proses dekonjugasi
asam empedu biasanya terjadi secara enzimatis dengan enzim hidrolase (bile salst hydrolase). Hasil dari
dekonjugasi ini lebih mudah dikeluarkan bersama feses dan ini berarti penurunan
kadar kolesterol.
Pada kondisi anaerob, bakteri
probiotik L.acidophilus mampu
melakukan dekonjugasi asam taurokolat dan asam glikolat. Menurut Chikai et al (1987), kelinci percobaan bebas
mikroba menunjukkan peningkatan kandungan asam empedu pada feses ketika diberi
pakan yang mengandung probiotik yang mempu mendekonjugasi asam empedu. Chikiai et al (1987) juga menyatakan bahwa asam
empedu bebas di usus besar lebih mudah dikeluarkan dibandingkan dengan dalam
bentuk konjugat.
Probiotik diduga juga mampu
melakukan asimilasi kolesterol secara langsung. Gilliand and Speck (1977)
menunjukkan kemampuan asimilasi kolesterol secara in vitro oleh L.acidophilus yang diisolasi dari babi.
Sedangkan Gililland and Walker (1990) menunjukkan kemampuan asimilasi
kolesterol yang lebih rendah dari L.acidophilus
yang diisolasi dari feses manusia. Berbagai peelitian lain tentang efek
hipokolesterolemik probiotik sudah pernah dicoba baik in vivo maupun in vitro
yang menunjukkan secara jelas dan nyata kemampuan asimilasi kolesterol.
Penurunan Resiko Kanker
Berbbagai studi epidemiologis
menunjukkan bahwa terjadinya kasus penyakit system pencernaan erat kaitannnya
dengan kandungan lemak jenuh pada bahan pangan yang dikonsumsi. Konsumsi lemak
ini memacu produksi asam empedu dan berakibat pada kadar asam empedu tinggi
pada usus besar. Produksi asam empedu
sekunder di usus besar mampu memicu terjadinya kanker usus besar. Beberapa
enzim yang diproduksi bakteri usus besar seperti β-glukoronidase,
nitroreduktase, dan azetoreduktase sangat berperan dalam konversi
pre-karsinogen menjadi karsinogen. Dengan demikian, usaha penurunan resiko
kanker system pencernaan sangat terkait dengan upaya penurunan kuantitas
berbagai enzim tersebut. Goldin dan Gorbach (1984) melaporkan terjadinya
penurunan ketiga enzim tersebut secara signifikan pada volunteer yang
mengkonsumsi bahan pangan mengandung probiotik L.acidophilus.
Beberapa mekanisme yang diduga
terkait penurunan resiko kanker oleh probiotik adalah sebagai berikut:
·
Menekan aktivitas pre-karsinogen /
karsinogen degan cara pengikatan diikuti dengan pengambilan dan pengeluaran
bersama feses
·
Menekan aktivitas bakteri usus besar
yang mampu menghasilkan enzim yang mampu mengkonversi pre-karsinogen menjadi
karsinogen
·
Menurunkan pH saluran pencernaan
sehingga mengubah aktivitas bakteri dan kelarutan asam empedu
·
Memacu system imunitas
Dari
keempat peranan tersebut, peranan probiotik dalam penghambatan bakteri
penghasil enzim yang mengkonversi pre-karsinogen menjadi karsinogen sangat
dominan. Beta β-glukoronidase, misalnya, merupakan enzim yang dihasilkan oleh
beberapa genus bakteri termasuk Bacteroides
yang menyusun 20% dari total komponen mikroflora usus besar. Enzim ini mampu
mendekonjugasi komponen yang mempunyau ikatan β-glukosidik dan melepaskan
senyawa mutagenic aglikon. Enzim lain yang mampu dihasilkan oleh bakteri usus besar yaitu dehidroksilase mampu
mengkonversi asam empedu primer menjadi asam empedu sekunder seperti deoksilat
dan litokolat yang berperanan sebagai ko karsinogen untuk memacu kanker. Pada
system pencernaan manusia, asam empedu sekunder berperanan dalam memacu kanker
dengan cara mengikatkan benzopyrene (senyawa
pemacu kanker) ke DNA sedangkan pada hewan percobaan mampu memacu kanker yang
diinduksi oleh nitrosoguanida. Beberapa penelitian menunjukkan kemampuan
probiotik dalam hal penurunan enzim β-glukoronodase dan nitroreduktase tetapi
tidak begitu signifikan terhadap enzim azetoreduktase.
Tabel Pengaruh Konsumsi Probiotik
terhadap Enzim-enzim Pemacu Kanker
Probiotik
yang Dikonsumsi
|
Konsentrasi
Probiotik
|
Penurunan
Aktivitas Enzim
|
L.
acidophilus DDSI
|
4 x 109 sel/ml
|
+ β-glukoronidase
|
L.
acidophillus
|
4 x 1010 sel/ml
|
+ β-glukoronidase
+ nitroreduktase
- azetoreduktase
|
L.
acidophilus NCFM
|
1 x 1010 sel/ml
|
+ nitroreduktase
- azetoreduktase
|
L.
acidophilus N-2 atau L. acidophilus NCFM
|
1 x 109 sel/ml
|
+ β-glukoronidase
+ nitroreduktase
+
azetoreduktase
|
L.acidophilus
B.
bifidum
S.
lactis
S.
cremoris
|
3 x 109 sel/ml
3 x 1010 sel/ml
3 x 1010 sel/ml
3 x 1010 sel/ml
|
+ β-glukoronidase
+ nitroreduktase
- azetoreduktase
|
L. casei GG
|
1 x 1010 sel/ml
|
+ β-glukoronidase
|
L. casei GG
(yoghurt)
|
1 x 1010 sel/ml
|
+ β-glukoronidase
+ nitroreduktase
|
Bifidobacteria
(fermented
milk)
|
1 x 1011 sel/ml
|
+ β-glukoronidase
- nitroreduktase
- azetoreduktase
|
+
= terjadi penurunan -
= tidak terjadi penurunan
Penanganan dan Pengendalian Diare
Diare merupakan penyakit
yang sering terjadi pada manusia dan dapat disebabkan oleh banyak hal. Salah
satu penyebab utama diare dan berakibat
kematian pada anak-anak balita adalah rotavirus. Aplikasi probiotik merupakan
salah satu contoh yang sedang digiatkan untuk penanganan penyakit diare.
Beberapa mekanisme yang diduga berperan dalam mengendalikan terjadinya diare
oleh probiotik diantaranya adalah:
- Penghambatan pathogen melalui kompetisi nutrisi, penurunan pH, dan produksi bakteriosin
- Penghambatan produksi dan penerimaan toksin
- Penghilangan sifat virulensi
- Peningkatan system imunitas tubuh dan kemampuan adhesi adhesi (penempelan) probiotik
Kemampuan
adhesi probiotik dalam permukaan saluran pencernaan merupakan salah satu sifat
penting dari probiotik. Ada korelasi positif antara kemampuan adhesi dengan
kolonisasi bifidobacteria dalam
saluran pencernaan. Semakin kuat adhesi probiotik maka akan semakin kuat
kolonisasi Bifidobacteria sungguhpun
konsentrasi bakteri ini akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia
manusia.
Stimulasi Sistem Imunitas Tubuh
Salah satu aspek
kegunaan probiotik yang sekarang banyak diteliti adalah kemampuannya dalam
memacu system imunitas tubuh. Sistem imunitas ini yang diduga berperan dalam
melindungi tubuh dari berbagai jenis infeksi pathogen melalui proses respon
imun. Respon imun sangat bergantung pada sistem imunitas dalam mengenali
molekul asing (antigen) yang terdapat pada pathogen dan memacu reaksi yang
tepat untuk menyingkirkan sumber antigen yang bersangkutan. Proses pengenalan
antigen dilakukan oleh system imun utama (yaitu limfosit) yang kemudian diikuti
fase efektor yang melibatkan berbagai jenis sel. Hal ini dapat terjadi jika
limfosit mengalami aktivasi terlebih dahulu.
Kemampuan stimulasi
system imun yang dimiliki oleh probiotik sangat terkait dengan kandungan
peptidoglikan dan lipopolisakarida penyusun dinding sel. Hal ini dipahami
mengingat hampir semua molekul biologic seperti karbohidrat, lipid, hormon,
protein dan asam nukleat khususnya yang makromolekul dapat memacu aktivasi
limfosit untuk mengawali sistem imun. Untuk dapat memacu system imunitas tubuh,
probiotik harus mampu mengaktifkan limfosit dari jaringan limfoid sistem
pencernaan yang tersebar pada sel epitel usus, lamina propria dan sub mukosa
saluran pencernaan lainnya. Aktivasi limfosit selanjutnya akan berperan dalam
memacu produksi limfokin dan antibody yang berperta dalam system imunitas
tubuh.
Produksi Bakteriosin dan
Penghambatan Patogen
Salah
satu keunggulan probiotik adalah kemampuannya untuk menghambat bakteri pathogen
dan perusak sebagai akibat dari asam-asam organik, hydrogen peroksida, dan
bakteriosin yang dihasilkannya. Semua para peniliti menganggap bahwa
bakteriosin adalah semua bentuk metabolit yang dihasilkan bakteri yang bersifat
menghambat bakteri lain. Untuk menghindari kerancuan pemaknaan bakteriosin
dengan metabolit lain yang juga menghambat bakteri seperti asam organic,
hidrogen peroksida dan toksin, maka bakteriosin didefinisikan sebgai protein
atau kompleks protein (lipoprotein dan glikoprotein) yang dihasilkan oleh
bakteri dan dapat menghambat atau membunuh bakteri lain.bakteriosin umumnya
sensitive terhadap enzimproteolitik, tahan panas (termotoleran), kebanyakan
ekstraseluler dan stabil terhadap pH asam atau netral.
Tabel Beberapa contoh Bakteriosin
non-lantibiotik berdasar Residu Cysteine
Bakteriosin
|
Strain
Penghasil
|
Spektrum
Antibakteri
|
Sistibiotik
Pediosin
AcH
Pediosin
PA-I
Leukosin
A
Mesenteresin
Y 105
Sakasin
A
Sakasin
P
Sakasin
F
Curvasin
A
Carnobakteriosin
A
Carnobakteriosin
B1
Carno
bakteriosin B2
|
Pediococcus
acidilactici H
Pediococcus
acidilactici PAC 1
Leuconostoc
gelidum UAL 187
Leuconostoc
mesenteroides Y 105
Lactobacillus
sake LB 706
Lactobacillus
sake LTH 673
Lactobacillus
acidophilus 11088
Lactobacillus
curvatus LTH 1174
Carnobacterium
piscicola LV17A
Carnobacterium
piscicola LV17B
Carnobacterium
piscicola LV17B
|
Luas
Luas
Luas
Luas
Medium
Medium
Medium
Medium
Medium
Medium
Medium
|
Tiolbiotik
(1
Residu cysteine)
Laktokoksin
B
|
Lactococcus
lactis subsp cremoris 9B4
|
Sempit
|
Tanpa
Residu Cysteine
Laktokoksin
A
Laktokoksin M
Laktokoksin G
Plantarin A
|
Lactococcus
lactis subsp cremoris 9B4
Lactococcus
lactis subsp cremoris 9B4
Lactococcus
lactis subsp cremoris LMG2081
Lactococcus
plantarum C-11
|
Sempit
Sempit
Sempit
Sempit
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar